iklan tautan
Awal Maret 1966 terjadi unjuk rasa anti Presiden Sukarno di sekitar istana kepresidenan. Bunyi tembakan memicu massa ricuh tak terkendali dan berupaya merangsek ke halaman belakang istana. Bunyi tembakan membuat pasukan Pelopor yang bergabung dengan Resimen Tjakrabirawa bersiaga penuh dan sesekali membalas tembakan.
Di antara demonstran yang terkapar ditemukan beberapa senjata api jenis sten gun, thompson, dan pistol semi otomatis FN kaliber 45. Senjata itu merupakan senapan standar Angkatan Darat.
Buku Resimen Pelopor: Pasukan Elite Yang Terlupakan karya Anton Agus Setiawan dan Andi M. Darlis menyebutkan temuan ini membuat perwira Pelopor mencurigai RPKAD (yang kemudian berganti nama menjadi Kopassus) berada di balik pengerahan massa. Apalagi keesokan harinya ketika Kombes Pol Anton Soedjarwo ikut berjaga, dia melihat Komandan RPKAD Sarwo Edhie berada di belakang para demonstran.
"Anton Soedjarwo mendekati Sarwo Edhie dan memintanya menarik mundur pasukan atau akan terjadi kontak senjata dengan pasukan Pelopor (Brimob)," tulis buku itu.
Permintaan ini dipenuhi sehingga tak terjadi baku tembak dengan RPKAD. Namun imbas politik harus diterima oleh Resimen tersebut. Resimen di bawah Anton ini dipandang pro Sukarno dan demonstrasi mahasiswa saat itu meminta Anton dicopot sebagai Komandan Batalion 1232 Pelopor Brimob.
Pada 1968 markas Besar Angkatan Kepolisian (Mabak/ sekarang Mabes Polri) mengeluarkan surat Penggantian Komandan Resimen Pelopor. Anton pun dicopot. Surat ini dibalas pengepungan Mabak yang dipimpin oleh Wakil Komandan Resimen Pelopor AKBP Soetrisno Ilham. Mereka menutup akses dan menempatkan penembak jitu mengancam siapapun untuk tak keluar Mabak, termasuk Kepala Polri Jenderal Polisi Sutjipto Joedodihardjo.
Pengepungan ini merupakan aksi terakhir Resimen Pelopor Brimob. Mereka kemudian dibubarkan setelah Presiden Soeharto berkuasa dan memberikan pesan kepada Kapolri baru Jenderal Hoegeng Iman Santoso agar kepolisian fokus pada tugas sipil. Walaupun kenyataannya kepolisian didudukkan sebagai matra keempat Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI).
Julius Pour dalam buku Gerakan: Pelaku, Pahlawaan, dan Petualang menyebutkan pengepungan ini karena penyusupan politik oleh PKI ke Kepolisian berhasil dilakukan oleh Soebandrio. Pencopotan Anton Soedjarwo dari resimen Pelopor, tulis dia, merupakan kebijakan Kepala Kepolisian Jenderal Soekarno Djojonegoro yang telah mengikuti Soebandrio. "Pengepungan Mabak menuntut Soekarno Djojonegoro melepaskan jabatannya," tulis Pour.
Aksi ini berhasil sehingga Presiden menunjuk Panglima Korps Mobile Brigade Soetjipto Danoekoesoemo menjadi Panglima Angkatan Kepolisian. Sedangkan Soekarno Djojonegoro dipindah jabatan menjadi Menteri/Penasihat Keamanan Nasional. Di kemudian hari, Anton Sudjarwo yang berkumis tebal dengan tubuh tinggi besar dan tegap dipromosi menjadi Kapolri pada 1982 – 1986.
sumber: detik (https://news.detik.com/berita/d-3669427/kisah-resimen-pelopor-usir-rpkad-dan-kepung-mabes-polri)